Jumat, 11 Juli 2008

Opini Buruk tentang Jilbab dan Upaya menghalanginya.

Sejak runtuhnya khilafah dan hilangnya kekuatan peradaban dan budaya Islam yang tadinya dikawal eksistensi di dunia oleh Negara Khilafah, para wanita di dunia Islam bahkan di dunia Arab mengalami reduksi dalam keterikatannya terhadap hukum syara dalam berpakaian. Khususnya setelah berbagai bentuk mode pakaian Barat sekuler yang telah muncul secara radikal mengganti mode pakaian perempuan dunia termasuk dunia Islam. Berbagai propaganda itu antara lain adanya berbagai peragaan busana kufur dan pemilihan ratu perempuan cantik sedunia (miss universe) yang dianggap sebagai barometer kepribadian perempuan dunia. Penayangan di TV tentang program pemilihan ratu perempuan cantik dunia maupun foto-foto mereka yang dipasang di majalah dan surat kabar bagaimana pun telah memberikan opini kepada para gadis dan perempuan di dunia Islam memindahkan idolanya dalam berpakaian. Sehingga tidak sedikit perempuan-perempuan di kota-kota besar di dunia Islam seperti Cairo, Baghdad, Beirut, Damaskus, Jakarta, Kuala Lumpur, Kabul, dan Lahore mengenakan pakaian dengan membuka auratnya seolah lupa bahwa perbuatan mereka itu dilaknat oleh Allah swt.

Dan ketika muncul semangat mengenakan kerudung dan Jilbab, berbagai teror mental maupun fisik bermunculan. Jilbab dan kerudung dianggap sebagai symbol keterbelakangan. Dipropagandakan bahwa perempuan modern dan profesional adalah mereka yang menggunakan pakaian paduan antara rok dan blus yang dikenakan para perempuan barat di kota-kota besar mereka semacam Paris, London, Roma, Wina, New York, dan Washington. Globalisasi informasi berusaha memukul dan meyudutkan jilbab dan kerudung sebagai busana muslimah yang terhormat. Di samping kecaman sebagai busana ortodok yang ketinggalan zaman dan anti kemajuan, muncul pula propaganda bahwa jilbab dan kerudung adalah bukan pakaian syariah dari agama Islam yang suci dan memelihara kesucian perempuan, tapi dianggap sebagai symbol politik dari kalangan Islam yang ketakutan dan resisten terhadap peradaban barat bahkan dianggap sebagai symbol politik fundamentalis yang harus diwaspadai dan dianggap berbahaya.

Oleh karena itu muncullah berbagai bentuk upaya memisahkan umat Islam dari jilbab dan kerudung baik dengan serangan sinisme dan pelecehan pemikiran yang dibawakan oleh ‘ulama-ulama’ dan ‘cendekiawan’ bayaran sampai pelarangan jilbab dan kerudung oleh orang-orang yang menyelewengkan otoritas yang dimilikinya bersembunyi dibalik peraturan. Di era orde baru, tatkala orang-orang kafir memiliki akses yang sangat kuat terhadap kekuasaan pada dekade tahun 1980-an, seluruh pelajar SLTP/SLTA: dilarang memakai kerudung di lingkungan sekolah. Jadi mereka yang sudah memakai kerudung, ketika memasuki areal sekolahnya harus mencopot kerudung, dan tidak boleh memasang fotonya yang berkerudung di atas ijazahnya. Seluruh karyawan di dalam lingkungan kerjanya, baik instansi pemerintah maupun instansi swasta, diancam akan di PHK jika masih menggunakan jilbab/kerudung. Para mahasiswa dilarang memasang fotonya yang berkerudung di dalam ijazahnya. Namun perlawanan kaum muslimin dalam berbagai kesempatan yang memprotes kebijakan diskriminatif yang tidak manusiawi itu, seiring dengan perkembangan membaiknya kesadaran kalangan birokrat dan tehnokrat muslim yang bergabung dalam ICMI, peraturan seragam yang melarang siswi muslimah berkerudung direvisi.

Tidak ada komentar: