Jumat, 11 Juli 2008

IDEOLOGI (MABDA’)

Mabda’ secara etimologis adalah mashdar mimi dari bada’a yabdau bad’an wa mabda’an yang berarti pemikiran mendasar yang dibangun di atasnya pemikiran-pemikiran (cabang). Seseorang berkata: mabda’ ku adalah kejujuran, sedang lainnya berkata: mabda’ ku adalah menepati janji merupakan prinsip muamalahnya. Demikianlah…

Akan tetapi, terkadang orang menyebut pemikiran-pemikiran cabang yang memungkinkan dibangun di atasnya pemikiran-pemikiran cabang lainnya sebagai mabda’-mabda’, dengan anggapan pemikiran-pemikiran cabang tersebut sebagai pemikiran-pemikiran mendasar. Maka mereka mengatakan: kejujuran adalah mabda’, ada lagi yang berkata: berbuat baik tehadap tetangga adalah mabda’, tolong menolong adalah mabda’. Demikianlah…

Dari sinilah mereka mengatakan akhlak adalah mabda’, ekonomi adalah mabda’, undang-undang (qonun) adalah mabda’, sosiologi adalah mabda’. Demikian seterusnya. Yang mereka maksud adalah pemikiran-pemikiran tertentu tentang ekonomi yang dibangun di atasnya pemikiran-pemikiran tentang ekonomi lainnya. Juga pemikiran-pemikiran tertentu tentang undang-undang (qonun) yang dibangun di atasnya pemikiran-pemikiran tentang undang-undang lainnya. Mereka mengatakan semuanya tadi adalah mabda’; ekonomi adalah mabda’, undang-undang adalah mabda’ (ideologi). Demikianlah…

Sebenarnya, semua tadi bukan mabda’, tetapi hanya kaidah-kaidah atau pemikiran-pemikiran. Karena mabda’ (ideologi) adalah pemikiran mendasar. Sedangkan semua tersebut, bukan pemikiran-pemikiran mendasar melainkan pemikiran-pemikiran cabang. Meskipun keberadaan pemikiran-pemikiran tersebut dibangun di atasnya pemikiran-pemikiran lain, tidak berarti menjadikannya sebagai pemikiran mendasar. Akan tetapi tetap sebagai pemikiran-pemikiran cabang. Walaupun di atasnya dibangun pemikiran-pemikiran lainnya, atau memancarkan pemikiran-pemikiran lainnya, selama ia bukan pemikiran mendasar dan hanya memancarkan pemikiran-pemikiran lainnya saja. Dengan kata lain, semuanya dipancarkan dari pemikiran mendasar.

Adapun kejujuran, menepati janji, tolong menolong, dll. Merupakan pemikiran-pemikiran cabang, bukan pemikiran mendasar. Karena munculnya pemikiran itu diambil dari pemikiran mendasar sehingga dia bukan asas. Karena jujur adalah cabang dari asas yaitu hukum syara’ yang diambil dari al-Kitab bagi kaum muslimin, atau jujur merupakan sifat baik lagi bermanfaat pada selain kaum muslimin atau bagi selain muslim jujur merupakan sifat yang baik karena menguntungkan secara materi sebagaimana diambil dari pemikiran kapitalisme.

Oleh karena itu suatu pemikiran tidak dikatakan mabda’ (ideologi) kecuali apabila pemikiran tersebut adalah pemikiran mendasar yang dapat memancarkan pemikiran-pemikiran lain. Adapun pemikiran mendasar adalah pemikiran yang sama sekali tidak ditemui sebelumnya pemikiran lain. Pemikiran mendasar ini hanya terbatas pada pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan. Tidak ada pemikiran mendasar selain pemikiran menyeluruh tersebut, karena pemikiran ini merupakan asas dalam kehidupan. Manusia jika melihat kepada dirinya, maka ia mendapati dirinya hidup di alam. Jika tidak terdapat pada dirinya suatu pemikiran tentang dirinya (sebagai manusia), alam semesta, dan kehidupan dari segi eksistensi dan penciptaannya, maka tidak mungkin ia memiliki suatu pemikiran yang layak dijadikan sebagai asas bagi kehidupannya. Oleh Karena itu ia tetap menjalani kehidupan tanpa asas, mengambang, berwarna-warni, berubah-ubah pola, labil selama tidak menemukan suatu pemikiran mendasar yakni sebelum ditemukannya pemikiran menyeluruh tentang dirinya, alam semesta dan kehidupan.

Pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan adalah pemikiran mendasar. Dan ia adalah aqidah. Akan tetapi aqidah ini tidak mungkin memancarkan pemikiran-pemikiran lain dan tidak mungkin pula dibangun di atasnya pemikiran-pemikiran lain kecuali jika aqidah tersebut merupakan suatu pemikiran yakni hasil suatu proses rasional. Jika aqidah tersebut dogmatis dan diterima begitu saja, maka aqidah tersebut bukan suatu pemikiran serta bukan pemikiran menyeluruh walaupun bisa disebut aqidah. Oleh karena itu, manusia dalam memperoleh pemikiran menyeluruh tersebut haruslah melalui metode rasional (aqliyah) yakni diperoleh melalui proses berpikir sehingga dapat diperoleh aqidah aqliyah. Dari sinilah memancar darinya pemikiran-pemikiran cabang dan dibangun di atasnya pemikiran-pemikiran cabang. Pemikiran-pemikiran ini adalah solusi-solusi bagi persoalan kehidupan yakni hukum-hukum yang mengatur persoalan kehidupan manusia. Ketika dijumpai aqidah aqliyah ini dan dapat memancarkan hukum-hukum yang memberi solusi bagi persoalan-persoalan kehidupan maka telah dijumpai mabda’ (ideologi). Oleh Karena itu mabda’ didefinisikan sebagai aqidah aqliyah yang darinya memancarkan peraturan. Dengan demikian islam adalah mabda’ karena islam merupakan aqidah aqliyah yang darinya memancarkan peraturan. Dan ia adalah hukum-hukum syara’, Karena hukum-hukum syara’ tersebut memberi solusi bagi persoalan-persoalan kehidupan. Komunisme adalah mabda’ karena komunisme adalah aqidah aqliyah yang memancarkan peraturan yaitu berupa pemikiran-pemikiran yang memberi solusi terhadap persoalan-persoalan kehidupan. Demikian pula Kapitalisme adalah mabda’ karena kapitalisme merupakan aqidah aqliyah yang dibangun di atasnya pemikiran-pemikiran cabang sebagai solusi bagi persoalan-persoalan kehidupan.

Dengan demikian menjadi jelas pula, bahwa Nasionalisme, Patriotisme, Nazisme dan Eksistensialisme bukanlah ideologi karena semuanya bukan aqidah aqliyah, tidak juga dapat memancarkan peraturan serta tidak dapat dibangun di atasnya pemikiran-pemikiran cabang sebagai solusi bagi persoalan-persoalan kehidupan.

Adapun agama-agama, jika aqidahnya aqliyah yakni manusia mendapatkannya melalui proses berpikir, dapat memancarkan peraturan sebagai solusi persoalan-persoalan kehidupan atau dibangun di atasnya pemikiran-pemikiran cabang, maka agama-agama tersebut bisa disebut mabda’ (ideologi) dan sesuai dengan definisi mabda’ di atas. Sebaliknya jika aqidahnya bukan aqliyah tetapi intuitif (emosional), dogmatis, dapat diterima begitu saja tanpa melalui proses berpikir secara rasional, tidak bisa memancarkan peraturan, serta tidak dapat dibangun di atasnya pemikiran-pemikiran cabang, maka semua agama tadi bukan mabda’ (ideologi) karena aqidahnya bukan aqliyah (rasional) serta tidak dapat memancarkan peraturan bagi kehidupan.

Tidak ada komentar: