Pandangan Islam Seputar Problem Kemiskinan
Pertama, Islam memandang bahwa orang dianggap miskin jika tidak bisa memenuhi tiga kebutuhan dasarnya; pangan (makanan), sandang (pakaian), dan papan (tempat tinggal).
(Lihat QS. Al-Baqarah [2]: 233)
Kedua, berdasarkan ayat yang sama, kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar ini hukum asalnya memang merupakan kewajiban orang yang di atas pundaknya nafkah tersebut dibebankan, seperti ayah, saudara, atau paman dari pihak ayah. Di samping itu, ia juga merupakan kewajiban bagi orang itu sendiri memenuhi apa yang menjadi kebutuhannya, dengan cara bekerja (Lihat QS al-Mulk [67]: 15). Dengan bekerja itulah manusia akan bisa memenuhi kebutuhannya. Jika pekerjaan tersebut tidak ada, Negara berkewajiban mengusahakan lapangan pekerjaan bagi warganya. Dalam hal ini, Rasulullah saw. Bersabda, sebagaimana dituturkan Ibn Umar:
“Imam (Khalifah) adalah bagaikan penggembala; hanya dialah yang bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.”
(HR. al-Bukhari).
Karena itu, al-Ghazali mengatakan, “Kepala Negara (Khalifah) berkewajiban untuk membekali pekerja dengan fasilitas (sarana) yang bisa digunakan untuk bekerja”
Di sinilah kecemerlangan Islam dalam menuntaskan problem kemiskinan. Artinya Islam tidak memandang bahwa kemiskinan merupakan unsure individu semata, tetapi melibatkan Negara dan sistemnya.
Jadi, penuntasan kemiskinan tidak dapat dipecahkan hanya semata-mata dengan dana zakat, meskipun dengan cara memproduktifkannya, misalnya melalui investasi dan usaha. Belu lagi jika investasi dan usaha tersebut justru merugi, yang tentu malah akan menambah beban kemiskinan. Ini tentu akan lebih mendzalimi para Mustahiq zakat.
Minggu, 28 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar